Pengertian Pancasila sebagai sistem aksiologi
Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan.
Pengertian Aksiologi
Istilah Aksiologi berasal dari bahasa Yunani axios yang artinya nilai, manfaat, dan logos yang artinya pikiran atau ilmu. Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. bidang yang diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria nilai, dan kedudukan metafisiska suatu nilai. Nilai (value dalam bahasa inggris) berasal dari bahasa Latin valere yang artinya kuat, baik, dan berharga. Dalam kajian filsafat nerujuk pada sesuatu yang sifatnya abstrak yang dapat diartikan sebagai “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness). Nilai itu sesuatu yang berguna, nilai juga mengandung harapan akan sesuatu yang diinginkan, nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia.
Dasar Aksiologis (nilai) sila-sila pancasila
Sila-sila pancasila sebagai suatu sistem filsafat yang juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologinya, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan tentang pengertian nilai dan hierarkhinya. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa hakikat nilai yang tertinggi adalah nilai material. Kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan. Namun dari berbagai macam pandangan tentang nilai dapat kita kelompokkan pada dua macam sudut pandang yaitu bahwa sesuatu itu bernilai karena berkaitan dengan subjek pemberi nilai yaitu manusia, hal ini bersifat subjektif namun juga terdapat pandangan bahwa pada hakikatnya sesuatu itu memang pada dirinya sendiri memang bernilai, hal ini merupakan pandangan dari paham objektivisme.
Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa saja yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak pandangan tentang nilai terutama dalam menggolongkan nilai dan penggolongan tersebut amat beraneka ragam tergantung pada sudut pandangnya msing-masing.
Max Scheler misalnya mengemukakan bahwa nilai pada hakikatnya berjenjang, jadi tidak sama tingginya dan tidak sama luhurnya. Nilai-nilai itu dalam kenyataannya ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah bila mana dibandingkan satu dangan yang lainnya. Sejalan denga pandangan tersebut, Notonagoro merinci nilai disamping bertingkat juga berdasarkan jenisnya ada yang bersifat material dan non material. Dalam hubungan ini manusia memiliki orientasi nilai yang berbeda tergantung pada pandangan hidup dan filsafat hidup masing-masing. Ada sekelompok orang berdasarkan pada orientasi pada nilai material, namun ada pula yang sebaliknya yaitu berorientasi pada nilai yang non material. Bahkan sesuatu yang non material itu mengandung nilai yang bersifat mutlak bagi manusia. Nilai-nilai material relatif lebih mudah diukur yaitu menggunakan indra maupun alat pengukur lainnya seperti berat, panjang, lebar, luas dan sebagainya. Dalam menilai hal-hal yang bersifat rokhaniah yang menjadi alat ukur adalah hati nurani manusia yang dibantu oleh alat indra manusia yaitu cipta, rasa, karsa serta keyakinan manusia.
Menurut Notonagoro bahwa nilai-nilai pancasila termasuk nilai-nilai kerohanian yang mengakui nilai material dan nilai vital. Dengan demikian nilai-nilai pancasila yang tergolong nilai kerohanian itu juga nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis yaitu nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau estetis, nilai kebaikan atau nilai moral, maupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistematik-hierarkis, dimana silapertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai basisnya sampai dengan sila Keadilan Sosial sebagai tujuannya.
Landasan Aksiologis Pancasila
Pernahkah Anda mendengar istilah “aksiologi”? Kalau belum pernah, maka
satu hal yang perlu Anda ketahui bahwasanya istilah “aksiologis” terkait
dengan masalah nilai (value). The study of the theory of values is axiology (Gr.
Axios, of like value + logos, theory). Pure axiology is the study of values of all
types. (Hunnex, 1986: 22). Frondizi (2001:7) menegaskan bahwa nilai itu
merupakan kualitas yang tidak real karena nilai itu tidak ada untuk dirinya
sendiri, ia membutuhkan pengemban untuk berada Mari perhatikan beberapa contoh pernyataan sebagai berikut:
a. Berapa nilai pertandingan antara Persipura melawan Persib?
b. Berapa nilai sepeda motor Honda yang dipakainya itu?
c. Berapa nilai IPK yang Anda peroleh semester ini?
d. Lukisan Afandi dikatakan bersifat ekspresionis karena di situlah letak nilai
keindahannya.
Istilah nilai yang digunakan dalam pernyataan tersebut bukan mengacu pada
makna nilai (value) dalam arti filosofis, melainkan lebih mengacu pada arti skor
(a), harga
(b), dan angka atau grade
(c). Nilai (value) lebih mengacu pada
kualitas yang bersifat abstrak, yang melekat pada suatu objek, sebagaimanaang tercermin pada contoh pernyataan butir
(d).Littlejohn and Foss mengatakan bahwa aksiologi merupakan cabang filosofiyang berhubungan dengan penelitian tentang nilai-nilai. Salah satu masalah
penting dalam aksiologi yang ditengarai Littlejohn and Foss, yaitu: dapatkah teori bebas dari nilai? (Littlejohn and Foss, 2008: 27--28). Problem apakahteori atau ilmu itu dapat bebas dari nilai, memiliki pengikut yang kuat dalam kubu positivisme. Pengikut positivis meyakini bahwa teori dan ilmu harus bebas nilai untuk menjaga semangat objektivitas ilmiah. Namun, perlu disadari bahwa tidak semua aspek kehidupan manusia dapat diukur secara “ilmiah”
menurut perspektif positivistik karena banyak aspek kehidupan manusia ini
yang mengandung muatan makna dan bernilai tinggi ketika dihadapkan pada
masalah-masalah yang berdimensi spiritual, ideologis, dan kepercayaan
lainnya. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia mengandung berbagai
dimensi kehidupan manusia, seperti spiritualitas, kemanusiaan, solidaritas,
musyawarah, dan keadilan. Kelima sila tersebut mengandung dimensi nilai
yang “tidak terukur” sehingga ukuran “ilmiah” positivistik atas kelima sila
tersebut sama halnya dengan mematikan denyut nadi kehidupan atau
memekanisasikan Pancasila. Pancasila justru merupakan sumber nilai yang
memberi aspirasi bagi rakyat Indonesia untuk memahami hidup berbangsa
dan bernegara secara utuh. Pancasila sebagai sumber nilai bagi bangsa
Indonesia seharusnya dikembangkan tidak hanya dalam kehidupan
bernegara, tetapi juga dalam bidang akademis sehingga teori ilmiah yang
diterapkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia berorientasi pada nilai-nlai
Pancasila tersebut. Dunia akademis tidak berkembang dalam ruang hampa
nilai sebab semangat akademis harus berisikan nilai spiritualitas untuk menggugah kesadaran tentang pentingnya keyakinan kepada Sang Pencipta
sebagai pendorong dan pembangkit motivasi kegiatan ilmiah.
Landasan aksiologis Pancasila artinya nilai atau kualitas yang terkandung
dalam sila-sila Pancasila. Sila pertama mengandung kualitas monoteis,
spiritual, kekudusan, dan sakral. Sila kemanusiaan mengandung nilai
martabat, harga diri, kebebasan, dan tanggung jawab. Sila persatuan
mengandung nilai solidaritas dan kesetiakawanan. Sila keempat mengandung
nilai demokrasi, musyawarah, mufakat, dan berjiwa besar. Sila keadilan
mengandung nilai kepedulian dan gotong royong.
Komentar
Posting Komentar